Kamis, 20 Desember 2018

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI LUWU

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI TANA LUWU

           Setelah Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung memeluk islam, maka selanjutnya pejabat istana memeluk agama islam. Dikarenakan pada waktu itu jika Raja telah memeluk agama Islam, maka secara tidak langsung pejabat istana memeluk agama islam juga sebagai tanda kehormatan mereka kepada sang Raja. Setelah rakyat mendengar bahwa Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung memeluk Islam, maka rakyat kerajaan Luwu pun mulai menyatakan diri masuk islam secara sah. Penyebaran Islam pun dilanjutkan oleh Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi dan bergelar Sultan Abdullah Matinroe Ri Malangke yang menggantikan ayahandanya, Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung pada awal tahun 1604 M.
       Langkah pertama yang dilakukan oleh Raja Luwu ini adalah memindahkan ibukota kerajaan Luwu dari Malangke ke daerah Ware (sekarang Palopo). Pemindahan ibukota ini dilakukan dengan pertimabangan untuk semakin mengembangkan ajaran islam di tanah Luwu dan sekitarnya. Hal tersebut disetujui oleh seluruh pembesar kerajaan. Namun, Datuk Patimang yang saat itu juga merupakan penasehat istana lebih memilih untuk tetap tinggal dan menetap di daerah Malangke hingga meninggal dunia daripada ikut ke Ware.
Setelah Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi berhasil memindahkan dan membangun daerah Ware, maka dia memutuskan untuk membangun sebuah sebuah mesjid sebagai tempat ibadah. Dikarenakan sebelumnya belum ada mesjid yang berdiri di tanah Luwu.
         Kemudian Raja Luwu meminta pendapat kepada Datuk Patimang tentang idenya untuk membuat masjid tersebut. Ide tersebut pun lalu disetujui olehnya. Lalu, Datuk Patimang pun berangkat menuju Istana Luwu (Saoraja) di Ware. Sesampainya disana, maka Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi dan Datuk Patimang dibantu oleh Fung Man Te, yang merupakan saudagar muslim yang kaya. Kemudian mereka membuat sebuah masjid, tak jauh dari Istana Saoraja dibantu oleh rakyat kerajaan Luwu.
Setelah pembangunan selesai, maka masjid tersebut merupakan masjid pertama di Luwu difungsikan sebagai masjid istana dan masjid kerajaan. Sekarang, masjid itu kita kenal dengan Masjid Jami Tua Palopo.
Selain itu, setelah melakukan pemindahan ibukota dan pembangunan masjid, maka dilakukanlah penyebaran islam di seluruh tanah daerah bawahan kerajaan Luwu.Penyebaran Islam dilakukan lewat Syair syair pujangga yang disebut Massure’. Pada masa itu Luwu berkembang cukup pesat, karena makmur dari hasil pertanian dan hasil laut yang juga melimpah. Bahkan Jumlah penduduk saat itu mencapai 170 ribu jiwa dikarenakan banyak masyarakat pendatang.
Perkembangan Islam di tanah Luwu cukup berkembang dengan cepat dan hampir tidak ada kendala, karena sistem pengislamannya mendahulukan Raja sehingga rakyatnya pun ikut memeluk Islam. Dan selain itu, setelah Raja memeluk Islam, maka agama Islam dijadikan sebagai agama resmi kerajaan Luwu. mengalami perkembangan yang luar biasa, hingga akhirnya daerah sekitar kerajaan Luwu menjadi penduduk Islam.
    
Metode yang digunakan dalam penyebaran islam di Sulawesi-selatan :
·           Mendirikan pondok pesanten mengajarkan agama islam dan murid-murid mereka  
         meneruskannya dengan mendirikan sekolah-sekolah baru. Para penguasa setempat 
         bertindak sebagai pelindung bagi sekolah-sekolah tersebut.
·           Melalui perdagangan
·           Melalui pernikahan
·           Mendirikan mesjid umumnya terdapat di kota-kota, dan mushalla di desa-desa. 
   Kadi ditunjuk untuk hadat dan penguasa, tempat mereka bertindak sebagai hakim pengadilan agama (syariah). Imam (pengurus masjid) ditunjuk untuk wanua(masyarakat adat); dan guru (Anrong-Guru atau Anre-Guru) merupakan baik guru yang menyiarkan agama baru itu ke desa-desa maupun pejabat terendah dalam hierarki administrasi Islam. Guru menjadi anggota cabang pengadilan agama yang dikepalai Imam. Sanak kerabat kerajaan atau para bangsawan tinggi biasanya diangkat ke kedudukan kadi dan Imam. Tidak ada hierarki seperti dalam pemerintahan. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara aristokrasi dan para pemimpin Islam.




SUMBER :

HARBIYAH

0 komentar:

Posting Komentar