Kisah Ulama Asal Minang Islamkan Raja Luwu Lewat Adu Kesaktian
Penyebaran ajaran Islam di tanah
Sulawesi tak lepas dari peranan tiga datuk asal Minangkabau. Mereka adalah
Datuk Sulaiman (Patimang), Datuk Ri Tiro dan Datuk Ri Bandang. Mereka berbagi
diri ke tiga teritori saat menyebar Islam, salah satunya, Datuk Sulaiman yang
bertugas di wilayah Kerajaan Luwu.
Raja Luwu, di masa lalu dikenal dengan
ilmu kesaktian yang tinggi. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi Datuk
Sulaiman saat mengajak raja memeluk Islam.
Menurut peneliti senior Balai Litbang
Agama Makassar, Saprillah Syahrir, Datuk Sulaiman datang pada akhir abad 16.
Saat itu Datuk mencoba mencoba menemui raja Luwu bernama Datu La Patiware,
untuk diajak masuk Islam. Ternyata, datuk mengalami kesulitan untuk menemui
langsung sang raja.
Saprrillah mengatakan, Datuk Sulaiman
melewati semacam ujian kesaktian untuk bisa menemui langsung Raja Luwu. Saat
baru berada di gerbang rumah Raja, terdapat jamuan nasi khas lokal, bernama
Songkolo. Secara tiba-tiba Songkolo berubah mejadi sarang lebah.
Meski dalam ancaman lebah yang beringas,
Datuk Sulaiman tak mundur. Ia tetap tenang hingga tiba-tiba sarang lebah itu
kembali ke wujud aslinya. Warga sekitar yang menyaksikan langsung pun kaget
dengan sosok Datuk Sulaiman yang masih asing.
Namun, di hari itu Datuk Sulaiman tak
langung masuk. Ia memilih pulang dan datang keesokan harinya.
"Besoknya, Datuk Sulaiman kembali
datang ke rumah Raja. Ia sudah bisa masuk dalam halaman rumahnya. Di sini ujian
keduanya, berupa guci berisi air yang tergantung di pintu rumah raja,"
terang Saprillah saat ditemui Okezone di kantor Balai Litbang Agama Makassar,
jalan AP Pettarani Makassar.
Guci itu melayang-layang di pintu tak
tergantung. Melihat itu, Datuk lalu mengangkat tongkatnya dan memukul guci
tersebut. Benda itu pecah, kepingan guci berhamburan di tanah. Namun entah
bagaimana, air tetap menggelantung di pintu sesuai bentuk guci. Beberapa lama
melayang, baru air itu ikut jatuh ke tanah
Usia melewati ujian kedua, Datuk belum
juga masuk menemui raja. Ia memilih pulang dan datang kembali di hari esoknya.
Kedatangannya yang ketiga, Datuk sudah
berhadap-hadapan dengan Raja Luwu. Namun mereka di antarai tujuh buah telur
yang bersusun rapi secara vertikal, tanpa jatuh. Lagi-lagi raja Luwu memamerkan
kesaktiannya di depan Datuk.
Selang beberapa lama, Datuk yang
menyaksikan itu pun mengambil selah-selah telur itu. Keanehan pun lagi-lagi
terjadi. Meski telur bagian bawah sudah tak ada lagi, namun telur bagian atas
masih tetap melayang. Hingga selah-selahnya dicopoti Datuk, telur itu masih
juga melayang.
Akhirnya, setelah tiga kali menguji
kesaktian, Raja Luwu La Patiware pun takjub dengan kesaktian Datuk Sulaiman.
Dia lalu mempersilahkan Datuk menyampaikan risalah tujuannya datang ke rumah
raja.
Saat itu juga, Datuk mengajak raja untuk
memeluk Islam. Melalui dialog panjang siang dan malam, akhirnya Raja Luwu dan
se-isi istana menerima ajaran islam. Datuk Sulaiman pun menuntun mereka membaca
dua kalima syahadat.
Diterimanya Islam di Luwu, ditandai
dengan pembangunan masjid yang letaknya tidaklah jauh dari istana Luwu pada
tahun 1604 Masehi. Masjid itu kini dikenal Masjid Jami Tua, yang letaknya di
Kota Palopo, Sulawesi Selatan.
"Kedatangan Datuk ke Luwu
sebenarnya dalam misi menyebar Islam dengan pendekatan tauhid. Itu karena
orang-orang Luwu sejatinya sudah mengenal tauhid, Datuk datang tinggal
menyempurnakan itu sesuai ajaran Islam," terang Saprillah.
Sebelum Islam masuk di Luwu, warga masih
menyembah arwah-arwah nenek moyang dan 'Dewata Sewae'. Pasca masuknya Islam di
Luwu, Datuk Sulaiman tak langsung pergi. Dia justru mengajarkan Islam hingga
wafat dan dikuburkan di Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi
Selatan. Tepatnya di daerah Pattimang, dan ia pun diberi gelar Datuk Pattimang.
"Kisah itu adalah native yang
diwariskan masyarakat Luwu secara turun temurun,dari generasi ke generasi
cerita itu tidak banyak versi, palingan urutan adu kesaktian saja yang
berubah," tukas peneliti masalah agama tersebut.
Sejarah versi lain pun tidak banyak
berbeda, hanya tokoh lawan debat Datuk yang berbeda. Beberapa referensi
menjelaskan jika lawan adu sakti Datuk bukan raja Luwu, tapi Tandipau. Namun
secara alurnya kisahnya tetap sama.
Hingga kini, jejak Datuk Sulaiman masih
terasa di Kabupaten Luwu Utara. Makamnya tetap ramai dikunjungi peziarah.
Bahkan nama Datuk Sulaiman dijadikan nama salah satu jalan, untuk mengenang
jasa-jasa ulama mashur tersebut.
Semoga Bermanfaat
Oleh :
HARBIYAH









0 komentar:
Posting Komentar